BAB I
PENDAHULUAN
Dalam menunjang Pertumbuhan Industri Kreatif Teknik Penyiaran dan Perkembangan
teknologi komunikasi telah melahirkan masyarakat yang makin besar tuntutannya
akan hak untuk mengetahui dan hak untuk mendapatkan informasi. Informasi telah menjadi
kebutuhan bagi masyarakat dan telah menjadi komoditas penting dalam kehidupan
masyarakat.Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah membawa
implikasi terhadap dunia penyiaran, termasuk penyiaran di Indonesia.
Penyiaran sebagai penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya
semakin strategis, terutama dalam mengembangkan kehidupan demokratis.Dunia
Broadcasting (penyiaran) adalah dunia yang selalu menarik perhatian bagi
masyarakat. Aktivitas penyiaran tidaklah semata merupakan kegiatan ekonomi,
tetapi ia juga memiliki peran sosial yang tinggi sebagai medium komunikasi.
Komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian ide, gagasan dan atau
opini dari seseorang yang disebut komunikator ditujukan kepada sejumlah
sasaran. Dalam hal ini adalah komunikasi dengan dan atau tanpa media dengan
tujuan mengubah perilaku orang lain.Penyiaran merupakan suatu kegiatan
penyelenggaraan siaran radio dan televisi, yang diselenggarakan oleh organisasi
penyiaran radio dan televisi. Output dari organisasi penyiaran adalah siaran.
Medium radio dan televisi merupakan sarana komunikasi massa yang kemunculannya terjadi sebagai
akibat dari revolusi di bidang elektronika.Bagaimana proses penyiaran berlangsung? pada prinsipnya sama dengan proses komunikasi. Proses komunikasi
terjadi sejak ide itu diciptakan sampai dengan ide itu disebarluaskan. Langkah-langkahnya
meliputi penggagas ide dalam hal ini komunikator, kemudian ide itu diubah
menjadi suatu bentuk pesan yang dapat dikirimkan baik verbal dan nonverbal
melalui saluran dan atau sarana komunikasi yang memungkinkan pesan itu mampu
menjangkau khalayak luas.
BAB IIPEMBAHASAN
Proses penyiaran Terselenggaranya penyiaran ditentukan oleh tiga
unsur yang menghasilkan siaran yaitu : studio, transmitter, dan pesawat
penerima. Ketiga unsur ini kemudian disebut sebagai trilogi penyiaran. Paduan
ketiganya yang kemudian akan akan menghasilkan siaran yang dapat diterima oleh
pesawat penerima radio maupun televisi.Studio merupakan sistem yang cukup
berperan dalam sebuah stasiun penyiaran, sebagai subsistem yang terintegrasi
secara total, bagian studio memberikan andil untuk penyedia program
program regular yang bersifat live event atau recording program.
Sistem studio pada umumnya terintegrasi dari berbagai unit sistem, seprti
bagian audio, video system, dan pencahayaan serta dilengkapi prasarana seni
atau art sebagi unsur pendukung produksi, khususnya untuk produksi audio
visual.Studio merupakan tempat produksi informasi sekaligus menyiarkan, yakni
mengubah ide dan atau gagasan menjadi bentuk pesan baik gambar maupun suara yang
bermakna melaui sebuah proses yang mekanistik yang memungkinkan gambar suara
itu dikirimkan melalui transmitter untuk selanjutnya diterima oleh sistem antena
pada pesawat penerima (mediia receiver) guna dinikmati oleh khalayak dalam
bentuk sajian acara.
Dalam produksi informasi, studio sebagai penyuplai acara di bagi
menjadi 2 bagian kategori besar, yaitu:
- live event, misalnya program music, variety show,berita/news dan lain sebagainya.
- Recording Event, program acara yang direkam lebih dahulu baik program acara nono drama seperti music, olahraga dan news maupun program acara drama
Trasmitter
Merupakan salah satu unsur dalam proses penyiaran yang berfungsi
mengantarkan gambar dan suara dari studio berupa gelombang elektromagnetik yang
membawa muatan informasi untuk dipancarkan atau disalurkan melalui kabel atau
serat optik. Sistem pemancaran (transmisi) dapat dilakukan melalui sistem
terresterial (pancaran di atas tanah) dan sistem satelit ( menggunakan jasa
satelit komunikasi).
Ada 3 cara sistem satelit
komunikasi (telekomunikasi), sistem DBS (Direct Broadcasting Satellit) dan
sistem semi DBS, serta sistem gabungan ( terristorial, penyaluran dan satelit).
Pesawat penerima
Merupakan alat yang berfungsi mengubah gelombang
elektro magnetik yang membawa muatan informasi berupa signal suara dan signal
gambar proyeksi menjadi bentuk pesan yang dapat dinikmati. Pancaran gelombang
elektro magnetik yang membawa muatan signal suara yang terbentuk melalui microfon,
kemudian pancaran ini diterima oleh sistem antena untuk diteruskan ke pesawat
penerima, dan signal suara itu diubah kembali menjadi atau audio di dalam
audio/loudspeaker. Proses ini menghasilkan siaran radio. Sedang pancaran
elektro magnetik yang membawa muatan signal suara, yang dihasilkan oleh
microfon dan signal gambar proyeksi, yang dihasilkan oleh sistem lensa dan
kemudian diubah menjadi signal gambar dalam tabung pengambil gambar (pick up
tube) maka proses ini menghasilkan siaran televisi.Ketiga unsur tersebut bila
dipadukan dapat menghasilkan siaran, seperti dalam bagan berikut ini:Bertindak
sebagai komunikator dan sekaligus sebagai sumber informasi adalah penyelenggara
siaran. Ide/isi pesan komunikator produksi dan disiarkan melalui stasiun penyiaran
radio dan televisi (hasil produksi) dapat dinikmati atau dilihat dan didengar
oleh komunikan melalui pesawat televisi dan atau pesawat radio. Isi pesan itu
bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku khalayak.
Sementara penyiaran yang merupakan padanan kata broadcasting
memiliki pengertian sebagai: kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana
pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan
menggunakan spektrum frekuensi radio (sinyal radio) yang berbentuk gelombang
Elektromagnetik, yang merambat melalui udara, kabel, dan atau
media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh
masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Dengan demikian menurut definisi
di atas maka terdapat lima
syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk dapat terjadinya penyiaran. Jika salah
satu syarat tidak ada maka tidak dapat disebut penyiaran.
Kelima syarat itu jika diurut berdasarkan apa yang pertama kali
harus diadakan adalah sebagai berikut:
1. Harus tersedia spektrum frekuensi radio
2. Harus ada sarana pemancaran/transmisi
3. Harus adanya perangkat penerima siaran (receiver)
4. Harus adanya siaran (program atau acara)
5. Harus dapat diterima secara serentak/bersamaan
Dari kelima syarat penyiaran tersebut di atas hanya poin ke lima yang tidak kita bahas
dalam buku ini karena hal tersebut sudah sangat jelas yaitu bahwa penyiaran
harus dapat diterima secara serentak. Pada bab mengenai teknik penyiaran ini kita
akan membahas tiga hal dari lima
syarat penyiaran tersebut di atas yaitu mengenai spektrum frekuensi radio,
sarana pemancaran atau transmisi dan perangkat penerimaan penyiaran. Sedangkan
mengenai siaran atau program akan dibahas di bab tersendiri di buku ini yaitu
mengenai program. Kita mulai pembahasan dengan spektrum frekuensi radio.Standar
Prosedur Pengoperasian
Istilah standar prosedur pengoperasian atau standard operating
procedure (SOP)pada awalnya hanya dipakai sebagai suatu syarat atau aturan
untuk mengoperasikan suatu mesin peralatan mekanik atau elektronik. Syarat
tersebut mutlak diperlukan dengan tujuan untuk melancarkan operasional dan membuat alat agar dapat digunakan dalam waktu yang relatif
lebih lama.Dalam kaitan ini Wahyudi (1994) mengatakan para pengelola prograsm
teknik dan administraasi/ ketatalaksanaan dalam wadah organisasi penyiaran
bekerja diatas landasan saling pengertian, menghargai dan mengingatkan, untuk
menghasilkan siaran yang berkualitas, baik dan benar.
Yang dimaksud dengan siaran berkualitas, baik dan benar adalah :siaran yang kwalitas suara atau gambar atau visual prima.
Siaran yang baik adalah siaran yang isi pesannya, baik audio atau visualnya bersifat informatif, edukatif, persuasif,
akumulatif, komunikatif dan stimulatif.
siaran yang benar
adalah siaran yang isi pesannya, baik audio dan atau visualnya diproduksi sesuai dengan sifat fisik medium radio dan
atau televisi.Dengan memperhatikan kriteria siaran yang berkualitas, baik dan
benar, maka diharapkan akan mampu memberikan kontribusi kepada khalayak berupa
hasil produksi siaran yang benar- benar dapat dinikmati dan di tonton. Untuk
siaran artistik terilat pada kode moral, sedangkan siaran karya jurnalistik
selain terikat kode moral juga pada kode profesi jurnalistik.
RADIO
PUBLIK DI DAERAH
Bila kita ada di
sebuah kabupaten atau kota
dan kita ingin mendapatkan informasi mengenai pemerintahan setempat, langkah
yang paling mudah adalah dengan mendengarkan informasi yang disampaikan
pemerintah melalui radio pemerintah yang dikelola oleh pegawai pemerintahan.
Radio ini dikenal dengan sebutan Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD).
Hampir semua kabupaten dan kota di Jawa Barat memiliki RSPD. Namun, kemudian muncul persoalan dengan diundangkannya UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Eksistensi RSPD terancam. Pasalnya, UU ini tidak mengakomodasi eksistensi radio (milik) pemerintah. Berdasarkan UU Penyiaran ini, lembaga penyiaran (radio atau televisi) terbagi menjadi empat jenis: lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas, dan lembaga penyiaran berlangganan.
Berdasarkan pengertiannya, radio publik adalah radio yang didirikan oleh negara yang pengelolaannya bertumpu pada anggaran negara. Untuk menjaga keterwakilan publik, struktur kelembagaan radio publik mengakomodasi dewan pengawas. Dewan pengawas adalah unsur publik yang memegang otoritas penuh dalam penyusunan kebijakan dan arah program sebuah radio. Dewan pengawas diwajibkan menjamin bahwa walaupun negara yang mendanai, bukan berarti radionya hanya berpihak pada kepentingan pemerintah an-sich. Radio ini harus mendudukkan diri di atas semua kepentingan stakeholders penyiaran. Perannya lebih difokuskan bagi,masalah Publik. Seiring waktu, timbul pertanyaan mendasar, bagaimana halnya dengan RSPD yang masih beroperasi hingga kini? Apabila merujuk pada ketentuan UU tersebut, statusnya menjadi tidak jelas. Sesuai ketentuan yang berlaku, RSPD seharusnya mengubah status kelembagaannya dengan menyesuaikan diri pada keempat jenis lembaga penyiaran yang diakomodasi UU No. 32/2002. Jenis lembaga penyiaran yang paling memungkinkan adalah menjadi radio publik.
Hampir semua kabupaten dan kota di Jawa Barat memiliki RSPD. Namun, kemudian muncul persoalan dengan diundangkannya UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Eksistensi RSPD terancam. Pasalnya, UU ini tidak mengakomodasi eksistensi radio (milik) pemerintah. Berdasarkan UU Penyiaran ini, lembaga penyiaran (radio atau televisi) terbagi menjadi empat jenis: lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas, dan lembaga penyiaran berlangganan.
Berdasarkan pengertiannya, radio publik adalah radio yang didirikan oleh negara yang pengelolaannya bertumpu pada anggaran negara. Untuk menjaga keterwakilan publik, struktur kelembagaan radio publik mengakomodasi dewan pengawas. Dewan pengawas adalah unsur publik yang memegang otoritas penuh dalam penyusunan kebijakan dan arah program sebuah radio. Dewan pengawas diwajibkan menjamin bahwa walaupun negara yang mendanai, bukan berarti radionya hanya berpihak pada kepentingan pemerintah an-sich. Radio ini harus mendudukkan diri di atas semua kepentingan stakeholders penyiaran. Perannya lebih difokuskan bagi,masalah Publik. Seiring waktu, timbul pertanyaan mendasar, bagaimana halnya dengan RSPD yang masih beroperasi hingga kini? Apabila merujuk pada ketentuan UU tersebut, statusnya menjadi tidak jelas. Sesuai ketentuan yang berlaku, RSPD seharusnya mengubah status kelembagaannya dengan menyesuaikan diri pada keempat jenis lembaga penyiaran yang diakomodasi UU No. 32/2002. Jenis lembaga penyiaran yang paling memungkinkan adalah menjadi radio publik.
PERUBAHAN LEMBAGA
Mengapa RSPD dianggap lebih dekat ke jenis radio publik? Jawabnya adalah karena RSPD mengklaim sebagai radio yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan publik secara luas akan informasi, hiburan, dan pendidikan.
Nah, yang sejalan dengan visi seperti ini adalah radio publik. Walaupun radio komunitas memiliki tujuan yang hampir mirip dengan radio publik, tetapi akan sulit bagi RSPD kalau memilih menjadi radio komunitas karena jangkauan siarannya sangat terbatas, hanya sejauh 2,5 kilometer udara. Berbeda halnya dengan radio publik yang diberikan jangkauan hingga 12 kilometer udara dari pusat kota bila radio itu ada di wilayah kabupaten atau kota. Sementara jika mengubah kelembagaannya sebagai lembaga penyiaran swasta, tentu itu akan bertabrakan dengan visi RSPD karena radio swasta harus berorientasi profit. Demikian juga halnya jika berubah menjadi radio berlangganan.Untuk mengubah RSPD menjadi radio publik, yang harus dilakukan adalah,
pertama, pemda atas persetujuan DPRD setempat membentuk badan hukum
sebagai dasar pendirian radio tersebut.
Kedua, segera menyiapkan radio publik menjadi sebuah badan otonom
yang terpisah secara struktural dari pemerintahan daerah.
Ketiga, menyiapkan calon dewan pengawas yang terdiri dari unsur-unsur di masyarakat.
Ketiga, menyiapkan calon dewan pengawas yang terdiri dari unsur-unsur di masyarakat.
Dewan pengawas ini
yang nantinya akan memilih dewan direksi dan menetapkan kebijakan umum
penyelenggaraan penyiaran di radio. Dewan pengawas ini dipilih oleh DPRD dan
akan ditetapkan oleh bupati bila radio ini berada di kabupaten atau oleh wali kota bila berada di kota,
atau gubernur bila berada di tingkat provinsi. Apabila terdapat kesulitan dalam
memahami kelembagaan radio publik ini, pemda dapat melihat pada sistem
kelembagaan yang ada di RRI. RRI saat ini telah berubah menjadi radio publik.
Pengelolaannya dilakukan oleh dewan pengawas yang dipilih DPR RI dan
dewan direksi yang dipilih oleh dewan pengawas.
Mengingat betapa pentingnya keberadaan radio publik dalam memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat maka pemerintah pusat harus menyediakan alokasi frekuensi bagi radio jenis ini. Apalagi, pemerintah telah bertekad akan menjamin tumbuhnya radio publik di daerah. Komitmen ini tertuang dalam peraturan pemerintah No. 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik.
Namun sebagaimana dimafhum, upaya mendorong tumbuhnya radio publik di daerah akan terhambat karena umumnya frekuensi yang dialokasikan oleh pemerintah di daerah-daerah telah habis terpakai oleh radio swasta.
Mengingat betapa pentingnya keberadaan radio publik dalam memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat maka pemerintah pusat harus menyediakan alokasi frekuensi bagi radio jenis ini. Apalagi, pemerintah telah bertekad akan menjamin tumbuhnya radio publik di daerah. Komitmen ini tertuang dalam peraturan pemerintah No. 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik.
Namun sebagaimana dimafhum, upaya mendorong tumbuhnya radio publik di daerah akan terhambat karena umumnya frekuensi yang dialokasikan oleh pemerintah di daerah-daerah telah habis terpakai oleh radio swasta.
PASCA RADIO PUBLIK
Pasca terbentuknya
radio publik, pengelola radio publik di daerah harus segera membentuk
kelompok-kelompok pendengar. Kelompok pendengar ini yang akan menjadi penyampai
aspirasi dan harus didorong aktif menyalurkan aspirasinya terhadap keberadaan
radio. Aspirasi yang disampaikan yang kemudian akan menentukan format dan
program siaran yang akan dipancarluaskan oleh radio publik.
Sejatinya, radio publik harus menjadi sebuah ruang tempat berdialognya semua komponen yang ada di masyarakat. Misalnya, bila pemerintah daerah ingin mengeluarkan sebuah kebijakan menaikkan ongkos angkutan kota, radio bisa menyediakan ruang publik untuk berdialog bagi pemerintah dan kelompok masyarakat yang akan terkena dampak kebijakan tersebut.
Dalam ruang itu, pemerintah dan masyarakat dapat berdebat secara terbuka perihal kebijakan yang akan terbit itu. Dengan demikian, kebijakan yang akan lahir itu dipahami dan tidak muncul di ruang hampa. Dalam masyarakat yang demokratis, penyediaan ruang publik yang bebas merupakan sebuah keniscayaan. Tersedianya ruang publik yang menjadi tempat pertemuan aneka gagasan yang dilontarkan anggota masyarakat akan membentuk masyarakat menjadi cerdas dan peduli terhadap ruang sosialnya. Bukankah demokrasi menjamin kesetaraan antar anggota masyarakat dalam mengemukakan pandangan?
Bangsa yang besar adalah bangsa yang dididik dengan keterbukaan informasi, bukan dengan ketertutupan informasi. Pertanyaannya, maukah kita menjadi bangsa yang besar? Mari kita bertanya ke dasar hati kita masing-masing, dan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat di butuhkan keterbukaan dan memberi kesempatan sebesar – besarnya kepada pelaku industri penyiaran dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas.
Sejatinya, radio publik harus menjadi sebuah ruang tempat berdialognya semua komponen yang ada di masyarakat. Misalnya, bila pemerintah daerah ingin mengeluarkan sebuah kebijakan menaikkan ongkos angkutan kota, radio bisa menyediakan ruang publik untuk berdialog bagi pemerintah dan kelompok masyarakat yang akan terkena dampak kebijakan tersebut.
Dalam ruang itu, pemerintah dan masyarakat dapat berdebat secara terbuka perihal kebijakan yang akan terbit itu. Dengan demikian, kebijakan yang akan lahir itu dipahami dan tidak muncul di ruang hampa. Dalam masyarakat yang demokratis, penyediaan ruang publik yang bebas merupakan sebuah keniscayaan. Tersedianya ruang publik yang menjadi tempat pertemuan aneka gagasan yang dilontarkan anggota masyarakat akan membentuk masyarakat menjadi cerdas dan peduli terhadap ruang sosialnya. Bukankah demokrasi menjamin kesetaraan antar anggota masyarakat dalam mengemukakan pandangan?
Bangsa yang besar adalah bangsa yang dididik dengan keterbukaan informasi, bukan dengan ketertutupan informasi. Pertanyaannya, maukah kita menjadi bangsa yang besar? Mari kita bertanya ke dasar hati kita masing-masing, dan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat di butuhkan keterbukaan dan memberi kesempatan sebesar – besarnya kepada pelaku industri penyiaran dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas.